KALIMAT IMPERATIF DALAM WACANA PERKAWINAN ADAT BALI

I Gde Wayan Soken Bandana

Abstract

Penelitian ini membahas masalah kalimat dalam wacana perkawinan adat Bali. Salah satu kalimat yang digunakan dalam komunikasi pada proses ngidih ‘meminang’ dan majauman ‘pamitan pihak pengantin perempuan kepada leluhurnya’ adalah kalimat imperatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis kalimat dan makna, bentuk, dan penanda kalimat imperatif dalam wacana perkawinan adat Bali. Pada tahap penyediaan data digunakan metode studi pustaka dan metode observasi dengan teknik catat. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif analitik dan teknik interpretatif dengan mengacu pada teori linguistik antropologi. Penyajian hasil analisis data menggunakan metode formal dan informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kalimat imperatif dalam wacana perkawinan adat Bali berupa kalimat imperatif biasa, halus, permohonan atau permintaan, ajakan atau harapan, pelarangan, dan pembiaran. Makna yang terkandung dalam kalimat tersebut adalah makna perintah, permohonan, ajakan, harapan, pelarangan, dan pembiaran. Bentuk dan penanda kalimat imperatif berupa afiks dan kata dengan kelas kata adverbia, adjektiva, dan verba. Dalam wacana perkawinan adat Bali, keenam kalimat imperatif digunakan secara berimbang. 

 

Keywords

kalimat imperatif; makna; bentuk; penanda; wacana perkawinan

Full Text:

PDF

References

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H. (2000). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Alwi, H. dan D. Sugono (Eds.). (2011). Politik Bahasa: Rumusan Seminar Politik Bahasa. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Chaer A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, T.F. (1999). Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Refika Aditama.

Fairclough, dan Wodak. (1997). “Critical Discourse Analysis”. Dalam Teun A. Van Dijk (Eds.), Discourse an Social Interaction: Discourse Studies a Multidicliplinary Introduction. Vol. 2. London: Sage Publication.

Foley, W.A. (1997). Anthropological linguistics: An Introduction. Oxford: Blackwell Published.

Halliday, M.A.K. (1978). Language and Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold.

Palmer, F.R. (1976). Semantics: A New Out Line. Cambridge:Cambridge University Press.

Kridalaksana, Harimurti. (2001). Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tetang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Putrayasa, I.B. (2010). Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan Peran. Bandung:

PT Refika Aditama.

Ruddyanto, C. dkk. (2008). Kamus Bali-Indonesia Edisi ke-2. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Sasangka, S.S.T.W. (2013). Gapura Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Elmatera Publishing.

Sasangka, S.S.T.W. (2016). Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia: Kalimat. Jakarta: Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sibarani, R. (2004). Antropolinguistik: Antropologi Lingusitik, Linguistik Antropologi. Medan: Poda.

Sudaryanto. (1982). Metode Linguistik, Kedudukan, Aneka Jenisnya, dan Faktor Penentu Wujudnya. Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada.

Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa:Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis.Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Sulaga, I N. dkk. (1996). Tata Bahasa Baku Bahasa Bali. Denpasar: Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tetang Perkawinan.

Windia, W.P. dkk. (2011). Perkawinan Pada Gelahang di Bali. Denpasar: Udayana

University Press.

Zoetmulder, P.J. (2006). Kamus Jawa Kuna Indonesia. Cetakan ke lima. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.